Ramadhan Datang, Ubah Kultur Hidup

*Goresan Ramadhan Mr. G (9)
Tulisan ini di sadur dari Tausyiah Pimpinan Umum Hidayatullah 
=========================

 


Dengan kejernihan, kebeningan, kesyahduan maka insyaallah Ramadhan bisa memberikan gelombang energi positif menuju arah perbaikan. Sehingga teks-teks al Quran yang dibaca dan di-tadabburi bisa memberikan dampak dalam proses kehidupan. Al Quran diturunkan untuk mengubah kehidupan ini.

Sehari sebelum Ramadhan, saya (Pimpinan Umum) panggil beberapa orang ke rumah untuk silaturrahim dan memberikan wejangan. Diantaranya, “Hari-hari Ramadhan jangan dikurangi porsi kerjanya tapi harus ditambah porsi ibadahnya”.

Ini penting agar tidak menjadi alasan orang puasa banyak tidur, tidak banyak kerja lagi. Jangan kendor atau dikurangi porsi kerja yang selama ini dilakukan tapi ditingkatkan porsi ibadahnya Baca al Qurannya, shalat rawatibnya, shalat lailnya, doanya dan dzikirnya.

Mengapa Rasulullah menyiapkan Ramadhan ini sejak bulan Rajab dan Sya’ban dengan banyak berdoa dan puasa.? Karena memang sangat berpengaruh, beda antara orang yang bersiap dengan tidak bersiap menghadapi Ramadhan ini. Kalau tidak bersiap, terasa serba mendadak, apa adanya dan tidak maksimal, baik secara mental maupun fisik.

Ramadhan datang harus membawa perubahan terutama perubahan kultur untuk hidup lebih disiplin, bersih, rapih dan terkomando. Bukan hanya perubahan fisik tapi mentalitas. Secara teks, teori atau pemikiran sudah banyak yang tahu atau diketahui tapi bagaimana menghasilkan SDM yang bisa dikomando itu tidak mudah.

Kita ini belum bershof atau berbaris yang rapih dan siap dikomando. Masih gerombolan atau kumpul-kumpul saja.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Ustadz Muhaimin, salah seorang Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah yang beberapa waktu lalu datang ke sini, melaporkan bahwa ada penurunan jumlah kader yang dilahirkan dari Perguruan Tinggi Hidayatullah tahun ini. Sehingga sedikit yang bisa ditugaskan padahal banyak permintaan tenaga dari banyak daerah.

Pengabdian seorang kader itu sampai mati. Sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi, para sahabat, tabiin dan ulama. Pengabdian untuk berkhidmad kepada agama ini tidak ada batasnya, harus sampai mati. Karena mati kita untuk agama ini atau Allah.

Sehingga jangan terlambat untuk berkhidmat kepada agama ini. Generasi muda harus dibersihkan hati dan fikirannya  untuk bisa memberikan inspirasi kepada umat di zaman yang penuh fitnah ini.

Para kader yang telah belajar di luar negeri tidak otomatis menjadi alim, karena alim itu bukan hanya berilmu tapi kedekatan atau taqarubnya kepada Allah menjadi ukuran dan contoh umat.

Ini harus dijadikan beban ruh untuk pemberi spirit sebagai anak-anak pejuang .Kalau tidak bisa dijadikan contoh maka “penjual agama saja namanya”.

Banyak orang fasih dalam membaca al Qur’an namun tidak fasih  dalam kehidupan. Keberhasilan dalam ber-Quran adalah ketika tergerak hatinya untuk berbuat baik dan mendekat kepada Allah. Wallahu a’lam bis shawwab⁠⁠⁠⁠ */Mr. G (nama pena dari Abdul Ghofar Hadi, Dosen tetap pengampu mata kuliah Sejarah Peradaban Islam di STIS Hidayatullah Balikpapan)

Berita ini juga dapat dibaca melalui Android. Segera Update aplikasi STISHID untuk Android . Install/Update Aplikasi STISHID Android Anda Sekarang !

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp