Kultur Berhidayatullah (1)


Abstraksi

Memproses keimanan yang melahirkan kemurnian niat dan kekuatan untuk menggulirkan transformasi sosial secara berkesinambungan mutlak dengan merujuk sistematika wahyu.

Ketika  wahyu turun, otomatis lahirlah struktur kepemimpinan yang kongkrit. Perpaduan dari kearifan senior, generasi tua (samahatus syuyukh) dan semangat yunior, generasi muda (hamasatus syabab).

Jadi,  menguatkan daya serap terhadap sistematika wahyu itu dengan sistem komando imamah-jamaah. Komando dapat berjalan dengan efektif dan efisien itu dengan sami’na wa ‘atha’na (saya mendengar dan saya siap untuk patuh).

Siap untuk memimpin dan dipimpin dengan spirit yang sama. Siap ditugaskan untuk iqamatud din (menegakkan agama). Ketaatan tanpa ketulusan adalah taqlidul a’ma (mengekor).Oleh karena itu perlu dilakukan proses iqra’ dalam arti yang luas, agar mampu  taat  dengan penuh kesadaran dan kesabaran.

Pengantar

Fenomena Sistematika Wahyu pada awal perlangkahan lembaga ini bisa kita rasakan atsarnya (efek dan pengaruhnya) hingga kini. Bahkan, keterpanggilan bergabungnya generasi awal di lembaga perjuangan ini didorong oleh spirit manhaj ini.

Intinya adalah penerapan konsep-konsep wahyu mulai dari surat Al Alaq 1-5 – surat Al Fatihah dalam kehidupan keseharian. Petugas berusaha semaksimal mungkin sebagai alat peraga wahyu yang beroperasi dalam berbagai skala  kehidupan. Mendekatkan jarak antara idealitas wahyu dengan realitas pemeluknya.

Kata Ulama : Al Quran itu tidak dapat berbicara, yang menyuarakannya dengan lantang adalah generasi qurani (Al Quran laa yunthiq walaakin yunthiquhur rijal). Dengan diamalkan, maka akan melahirkan berbagai harapan, ide, ilham, interpertasi baru, dari yang sudah ada (al Quran hammalatul ma’na). Yang menghasilkan bimbingan dan keterlibatan Allah dalam gerak-langkah.

Kehadiran Allah itu (tadakhul rabbani) terasa dari hasil pekerjaan yang seringkali tidak sepadan dengan kemampuan, sehingga membuat orang lain terheran-heran. Para peraga wahyu di lapangan ketika diterjunkan secara bebas, sering membuat peristiwa, menciptakan kejutan, dan membuat jalannya sejarah.

Sementara itu, jika terjadi sedikit penyimpangan dari rambu-rambu wahyu, dengan serta-merta  Allah Ta’ala akan menarik diri dari serangkaian pekerjaan itu dan muncullah berbagai persoalan sebagai ujian yang tidak terduga-duga.

Semakin jauh perjalanan kita dari komando wahyu, maka hukuman dari-Nya akan datang di luar planning kita dengan kelahiran individu yang tidak shalih dan pemimpin yang menindas. Kelahiran kepemimpinan (al Qiyadah) dan generasi pelanjut (al Jundiyah) ke depan ditentukan oleh keterikatan kita yang demikian kuat (iltizam) dengan manhaj sistematika nuzulnya wahyu ini.

Demikianlah Kami jadikan berteman sebagian orang-orang yang zhalim itu dengan sebagian lainnya disebabkan apa yang mereka lakukan (QS. Al Anam (6) : 129).

Wahai kaum mukmin, ingatlah perintah Allah Ta’ala yang diberikan kepada kalian untuk mengesakan-Nya. Juga perhatikanlah fitrah tauhid yang telah Allah tanamkan kepada kalian, ketika kalian masih berada dalam rahim ibu kalian.  Kalian berkata, kami dengar dan kami taat kepada perintah untuk mentauhidkan-MU. Karena itu taatlah kalian kepada Allah, sungguh Allah Mengetahui isi hati kalian (QS. Al Maidah (5) : 7).

Jadi, betapa nikmatnya hidup dibawah naungan wahyu itu. Baik secara individu, keluarga, sosial, dan organisasi kita. Sekalipun berat, tetapi dengan pertolongan Allah Ta’ala akan terasa mengasyikkan.

Berat, karena kadang menuntut pengorbanan yang seakan tidak manusiawi lagi, pelaksanaan perintah yang tidak sesuai dengan kecenderungan/subyektifitas nafsu pribadi. Tetapi, nikmat dan mengasyikkan karena ada keyakinan bahwa Allah Ta’ala selalu menyertai dan memandu dalam perjalanan. Ada rasa kepuasan batin jika melaksanakan sesuatu dengan tetap konsisten  di jalan-Nya.

Bisa dibayangkan, sebagaimana disampaikan oleh Ustadz Abdul Majid Aziz, dalam usia diatas 60-an tahun harus mengemban dakwah di Irian Jaya, bersama istri dengan anak yang cukup banyak, misalnya.

Tetapi, setelah dijalani, hiburan dari Allah senantiasa datang, dengan ditemukannya berbagai kemudahan dan jalan keluar dari kerumitan sepanjang perjalanan. Memang, dengan hidup dalam lingkaran wahyu sistem, seseorang akan selalu dapat mengambil manfaat (hikmah) dibalik segala macam kondisi.

Karena, pada dasarnya senang dan susah, gagal dan sukses, maju dan mundur, statis dan dinamis, lahan basah dan kering, muncul dan tenggelam, kejadian kecil dan kejadian besar, kelahiran dan kematian, itu semua ujian dari Allah.

________

USTADZ SHOLEH HASYIM, penulis adalah anggota Dewan Syura Hidayatullah. Artikel ini disarikan dari rangkaian diskusi Tajdidul Manhaj, digabung dengan amanah Bapak Pimpinan Abdullah Said (almarhum) pada acara Silatgab Ponpes Hidayatullah Korwil Sumatra, Jabotabek, Jawa-Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya. (Surabaya, 18-26 Juni 1994/8-16 Muharram 1415).

Berita ini juga dapat dibaca melalui Android. Segera Update aplikasi STISHID untuk Android . Install/Update Aplikasi STISHID Android Anda Sekarang !

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp