Kader Hidayatullah Harus Optimal Mengabdi untuk Islam


STISHID — Pimpinan Umum Hidayatullah, KH. Abdurrahman Muhammad, mengingatkan kepada kaum muslimin khususnya kader mujahid dakwah Hidayatullah agar bersungguh-sungguh mengoptimalkan waktu setiap aktifitas yang dijalani dalam rangka mengabdi kepada Allah Ta’ala untuk memberi karya terbaik untuk agama Islam dan umat.

Beliau menegaskan, kita perlu optimal memberikan waktu berfikir, merenung, bertawajjuh berdoa untuk melahirkan generasi yang sholeh dan berkarakter pejuang.

“Iman itu bersifat ekspansif dan ingin selalu memberikan terbaik untuk Islam. Tidak cukup waktu 24 jam untuk amanah yang besar,” kata beliau dalam taushiah di Masjid Ar Riyadh, Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, belum lama ini.

Kalau tidak dilakukan maksimal, lanjut beliau, maka kita akan ketinggalan kereta, ketinggalan zaman.

Para penuntut ilmu pun diingatkan harus meluruskan niat. Beliau mengingatkan kepada para penuntut ilmu untuk memahami betul apa sesungguhnya tujuannya menuntut ilmu.

Ilmu, kata beliau, bukanlah untuk gagah gagahan, bukan untuk menguasai, bukan hanya untuk dikatakan bisa ini dan itu, tidak untuk berdebat. Ilmu bukanlah untuk mengkibiri orang yang bodoh, bukan untuk dunia dengan bisa mengajar ke sana sini dengan imbalan materi.

“Ilmu adalah untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, memberikan kontribusi yang terbaik untuk Islam dan Muslimin. Jadi, niat dan idealisme penuntut ilmu harus lurus. Banyak tokoh umat Islam yang lahir dari Haramain, karena mereka menuntut ilmu dengan idealisme perjuangan. Sehingga mereka pulang dari Haramain menjadi pejuang Islam. Seperti Jamaludin al Afghani, Ahmad Dahlan, Hasyim Asyaari,” imbuh beliau.

Lebih jauh beliau juga berpesan, para pendidik harus meluruskan niat bukan semata untuk mengejar fulus. Setiap pendidik harus menyempurnakan ikhtiarnya dalam menjalankan amanahnya mendidik santri dengan profesional dan bertanggungjawab.

“Jangan menjadi orang beriman yang tidak profesional. Artinya, orang beriman harus berilmu, belajar, dan berlatih untuk menyempurnakan keimanannya. Tidak ada gunanya membaca sejarah, tidak ada manfaatnya mengenal tokoh tokoh pejuang islam, kalau tidak ada spirit untuk mengaplikasikan atau meneladani semangat para tokoh, pejuang islam tersebut,” ujarnya.

Beliau juga menukaskan bahwa sejatinya para pendidik bukanlah menggunakan waktu sekadarnya mengajar untuk mendapatkan fulus. Jangan hanya waktu singkat untuk mengajar di kelas. Dalam kehidupan ini, tegas beliau, seorang pendidik harus betul-betul harus membimbing anak muridnya dengan optimal. Bukan waktu-waktu yang tersisa.

Orang beriman, kata beliau, mestinya mampu membuat perubahan dan dapat menyelesaikan bengkalai bengkalai masalah umat. Termasuk dipertanyakan, orang yang sering bolak balik ibadah ke Haramain tapi pulang tidak menangkap spirit perjuangan Islam.

Dakwah Islam Pekerjaan Besar

Pada kesempatan taushiah tersebut, pimpinan yang karib disapa ustadz oleh para santri, ini juga menekankan pentingnya memahami bahwa dakwah Islam adalah sebuah pekerjaan besar lagi mulia yang tentu pengembannya pun adalah orang-orang luar biasa.

“Tidak ada pekerjaan kecil jika dihubungkan dengan keimanan. Termasuk yang kita terima dan kita tolak, kalau menyikapi dengan keimanan maka menjadi bernilai besar,” pesan beliau.

Beliau mencontohkan, ketika Rasulullah Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam memasuki Madinah, maka semua kaum Anshor menyambutnya dengan gembira. Kedatangan Rasulullah dan para sahabatnya itu disambut hangat dengan memberikan pelayanan yang terbaik.

Termasuk ketika itu Ummu Sulaim yang miskin turut menyerahkan putranya yaitu Anas bin Malik untuk mengabdi kepada Rasulullah. Sehingga akhirnya Anas bin Malik menjadi salah satu sahabat besar dan berperan besar.

Menapaktilasi perjalanan dakwah dan pengabdian Hidayatullah untuk umat, Ustadz Abdurrahman menyebutkan bahwa Allaahuyarham Abdullah Said sejatinya adalah pemberian Allah Ta’ala untuk kita untuk perjuangan keislaman.

Abdullah Said, kata beliau, senantiasa memberikan pencerahan tentang tauhid, keimanan dan perjuangan. Abdullah Said menancapkan pondasi tauhid yang kuat kepada santri awal, membesarkan jiwa jiwa untuk mengemban amanah besar, membangun optimisme meskipun secara fisik kita kecil, financial minim, fasilitas terbatas, dan jumlah sedikit.

“Itulah yang menjadi pondasi perkembangan besar bagi dakwah Islam melalui Hidayatullah. Sehingga, semangat revolusioner dan progresif harus ada pada generasi muda untuk melakukan perubahan besar dengan program besar. Perubahan yang bisa dipertanggungjawabkan.,” pesannya.

Pencerahan-pencerahan yang disampaikan pendiri Hidayatullah itu kemudian menjadi idealisme yang senantiasa terkomando dan terpimpin.

Karenanya, beliau menegaskan, tanpa adanya ketaatan komando dan kepemimpinan maka berat bagi Hidayatullah untuk melakukan karya-karya revolusioner progresif untuk umat dan agama ini.

“Kita memerlukan tokoh dan pemikir muda yang bisa melawan penjajah baru, kolonialisme baru, perang pemikiran, dan tantangan aliran penoda Islam. Kita harus berenergi besar sehingga berjiwa besar, berpandangan luas. Meskipun kita masih kecil dan ada di pinggir kota,” pungkasnya seraya berpesan. */ Paryadi Abu Yasin

Sumber : Hidayatullah.com

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp