Kader Muda Harus Paham Sejarah dan Tradisi Gerakan Hidayatullah


STISHID — Generasi muda Hidayatullah ke depan dituntut untuk memiliki pemahaman yang lebih baik tentang sejarah dan tradisi gerakan Hidayatullah. Mereka harus membaca dan mengikuti sejarah perjuangan Hidayatullah dari awal.

Demikian ditegaskan Pimpinan Umum Hidayatullah, KH. Abdurrahman Muhammad, dalam acara tasyakuran sederhana pulang dari umroh tanah suci di Masjid Ar Riyadh Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, Ahad (03/08/2015) kemarin.

Pada kesempatan tersebut, beliau menancapkan tekad optimal ibadah dan mempertajam inspirasi di bulan Ramadhan yang dijalani beliau di tanah Haramaini.

Beliau menegaskan, apabila kader Hidayatullah tidak memahami sejarah dan tradisinya,  maka generasi ke depan hanya bisa menyalahkan apa yang telah dilakukan oleh generasi pendahulu.

“Sehingga, generasi muda perlu meluaskan wawasan kejuangan dari sejarah. Generasi muda Hidayatullah harus memahami, mengapa Hidayatullah bisa berkembang seperti ini. Bisa eksis sampai sekarang,” katanya.

Berdirinya Hidayatullah dan kemudian hadir di hampir semua pelosok nusantara tentu bukan perjalanan asal asalan, tiba tiba, dan tidak sederhana. Itu semua, kata beliau, perlu kerja keras, mujahadah, dan doa dari pendahulu.

“Masih banyak program dan proyek lembaga ke depan yang lebih baik. Perjalanan Hidayatullah ke depan perlu menyempurnakan ikhtiar dan meluaskan metode dakwah untuk bisa diterima masyarakat secara luas,” ujarnya.

Sehingga, tegas beliau, kader Hidayatullah jangan terlibat dan terjebak dalam perbedaan dan perdebatan amalan amalan yang bersifat ikhtilaf. Karena semua ada dalihnya dan bisa memutuskan tali silaturahmi dengan orang atau harakah lain.

“Siklus sejarah akan terus berputar. Kaum Sunni sedang mengalami perpecahan di sana sini, kehilangan tokoh spritual pemersatu kaum Sunni. Sehingga yang terjadi perdebatan-perdebatan yang merongrong persatuan umat, merusak ukhuwah islamiyah,” jelasnya.

Beliau menyebutkan, dunia Islam saat ini sedang dalam jebakan konspirasi global yang dimotori oleh Amerika, Israel dan Iran. Mereka disebut akan melakukan demokratisasi di negera negara Timur Tengah. Sehingga kemudian semakin lemahlah dunia Islam dengan runtuhnya kerajaan kerajaan Islam.

Serangkaian konspirasi itu terbukti setelah jatuhnya negara negara Timur Tengah satu persatu seperti Irak, Afghanistan, Yaman dan lain-lain. Target akhirnya adalah ingin menguasai Haramain.

Umat Islam Bersatu

KH. Abdurrahman Muhammad dalam kesempatan silaturrahim tersebut juga mengemukakan bahwa pergolakan antara Sunni dan Syiah belum berakhir bahkan akan semakin bergolak. Termasuk dengan semakin gencarnya opini mempertentangkan Sunni dengan Wahabi.

Mereka sangat kuat permusuhannya terhadap kaum Sunni. Mereka ada desainer, pemikir ulung, bermata besar, telinga lebar, untuk melakukan perubahan dunia dengan makar atau konspirasi kapitalisme, materialisme, dengan politik demokratisasi.

“Inilah marhalah ujian zaman. Meskipun sepertinya kaum Sunni terlihat lemah dan tercerai berai. Tapi, Insya Allah, Sunni yang akan memimpin dunia. Karena masih ada tokoh tokoh Sunni yang suci, bersih, dan tidak terlibat atau terpengaruh dengan materialisme,” imbuhnya.

Kepada para kader Hidayatullah, beliau berpesan, agar tidak perlu sibuk dengan apa yang dikatakan orang tapi berkonsentrasi kepada program yang telah dicanangkan.

“Kehadiran Hidayatullah bukan untuk menyaingi siapa siapa, bukan untuk mengganggu siapa siapa. Sehingga tidak perlu merasa superior atau risau. Tidak mudah menyalahkan orang lain juga, atau menghukumi,” ujarnya.

Karenanya, lanjut beliau, kita perlu mempertajam spiritualitas. Seperti kisah Abu Bakar yang risau di Gua Tsur karena musuh musuh sudah di depan gua. Sehingga Nabi Muhammad mengatakan innallah ma’ana.

Maka perlu menterjemahkan idealisme dan spritualitas dalam tatanan kehidupan bermasyarakat melalui program dan kebijakan yang disertai kearifan.

Beliau juga mengungkapkan, ada dua ideologi yang berkembang di dunia Islam saat ini. Pertama, ideologi hukum yaitu para fuqaha. Kedua, ideologi berbasis spritual yaitu para sufi.

Keduanya menurut beliau ada dikotomi, bahkan sempat berlawanan. Karena dianggap ada penyimpangan dari salah satunya.

“Hidayatullah tidak memakai (kedua) istilah tersebut pun tidak menolaknya. Tapi berusaha memadukan keduanya. Karena itu sudah bagian dari khazanah sejarah Islam,” kata beliau seraya menambahkan sudut pandang orang memang berbeda, sehingga harus bijaksana ketika menyikapi perbedaan. Tidak terjebak dengan perdebatan.

Beliau mencontohkan, ada yang berpendapat bahwa ziarah ke tempat tempat sejarah Rasulullah tidak ada pahalanya.  Padahal berziarah ke tempat tempat bersejarah Islam seperti Gua Tsur, Hira, Jabal Rahmah, dan lain-lain, di sana ada pesan perjuangan, spirit pengorbanan dan kerja keras. */ Abu Yasin

Kutipan dari HIDAYATULLAH.OR.ID

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp