Stishid.ac.id- Ada yang sedikit berbeda dari agenda rutin diskusi ilmiah dosen yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LPPM) STIS Hidayatullah pada hari Sabtu (18/10). Forum diskusi yang dilaksanakan pada pukul 20.30 WITA di ruang meeting room kantor Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Balikpapan tiba-tiba berubah menjadi forum sharing (bertukar pikiran), sebab Ustadz Nashirul Haq, Anggota Dewan Syuro Hidayatullah yang diundang sebagai pemateri diskusi ilmiah justru mengajak para dosen STIS Hidayatullah untuk membahas dan memberikan masukan terkait standar profil kader yang mestinya lahir dari perguruan tinggi Hidayatullah.
Bergulirnya istilah Revolusi Pendidikan yang dinyatakan Pimpinan Umum Hidayatullah ustadz Abdurrahman Muhammad beberapa saat yang lalu yang mendasari ustadz Nashirul Haq berpikir untuk menyegarkan kembali standar bagi kader alumni. “Saya berpikir, ada baiknya kita segarkan kembali profil kader alumni yang telah dirumuskan oleh Dewan Pimpinan Pusat. Olehnya pada kesempatan kali ini saya tidak mengajak berdiskusi, namun saya ingin meminta kepada para dosen untuk membantu memberikan masukkan kepada kami selaku penanggungjawab yang membidangi pendidikan dan dakwah di Dewan Syuro merumuskan standar kader alumni perguruan tinggi yang dimiliki Hidayatullah.” Ujarnya mengawali.
Berawal dari Kurikulum
Sebelumnya, ustadz yang sedang menyelesaikan program Doktor di Malaysia ini menjabarkan hasil rumusan profil alumni yang telah disusun oleh Dewan Syuro dalam bentuk slide. Salah satu yang di jelaskan yaitu terkait kurikulum.
Menurutnya, kurikulum di lembaga pendidikan merupakan inti atau ruh yang mengawal sebuah proses perubahan (taghyir), sebab kurikulum-lah yang menjadi poros gerak seluruh aktivitas pendidikan yang akan menentukan mindset (fikrah) mahasiswa. Terlebih lagi, kurikulum yang ada di Perguruan Tinggi Hidayatullah masih bersifat adoptif, masih mengadopsi dari kurikulum Diknas dan Kemenag. Yang kita yakini belum bisa men-sibghoh (mencelup), bahkan kalo kita mw mengikuti apa adanya justru tidak bagus, karena kurikulum yang ada ini sudah jelas kesekulerannya. Oleh karenanya, sangat bijak jika kita mengambil jalan tengahnya. Harus punya alternatif.
Beliau melanjutkan, seharusnya Hidayatullah sebagai harokah Jihadiyah wajib memiliki kurikulum
tersendiri yang menjadi ciri khas. Kurikulum yang dimaksudkan yaitu kurikulum kaderisasi, tentu saja yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah yang sesuai dengan konsep dasar perjuangan organisasi. Jadi muatan kaderisasi harus menjadi instrumen yang paling menonjol dalam kurikulum di perguruan tinggi Hidayatullah.
Ada 5 hal pokok yang telah dirumuskan oleh Dewan Syuro terkait Kurikulum kaderisasi yang diharapkan mampu melahirkan kader alumni yang sesuai dengan standar organisasi meliputi
Ulum Syar’iyyah/Ulumuddin (Faqihun Fii ad Diin), Kelembagaan: Sistematika Nuzulnya Wahyu (Mustaqimun Fii al Manhaj), Jihad Fii sabilillah (Mujahidun Fii Sabilillah), Kompetensi Keahlian/Vokasional profesi, Tazkiyatun Nufus (Mukhlisun fii al ‘Amal)
Tanggapan Dosen Untuk Profil Kader
Pengantar yang disampaikan oleh ustadz Nashirul ternyata mampu mengkondisikan suasana forum menjadi seperti layaknya forum rapat pleno. Hal ini terbukti dari respon dari peserta ketika beliau mempersilahkan peserta forum turut ikut berpartisipasi untuk bertukar pikiran. Sebagian di antaranya sebagaimana yang dirangkum oleh media ini adalah saran yang di sampaikan oleh Azhari dan Hidayatu. Azhari selaku utusan dari LPPM STIS Hidayatullah sekaligus dosen mata kuliah Managemen Penulisan Ilmiah ini berpendapat bahwa sangat minimnya distribusi buku-buku tentang manhaj SNW ke Perguruan Tinggi Hidayatullah. Beliau mencontohkan di kalangan mahasiswa STIS, hanya buku Mencetak Kader saja yang dikenal oleh mahasiswa, sebab memang Buku mencetak kader merupakan buku wajib dalam mata kuliah Tsaqofah Hidayatullah. Padahal Buku-buku yang membahas tentang manhaj SNW tidak hanya sebatas buku tersebut. Dosen asal Shoppeng, Sulawesi Selatan ini berharap buku-buku tersebut di jadikan buku wajib yang harus dibaca dan dikuasai oleh mahasiswa yang berkuliah di Perguruan Tinggi Hidayatullah.
Lain lagi tanggapan dari Hidayat Jaya Miharja. Dosen yang juga merupakan Pembantu Ketua II Bidang Administrasi Pengembangan Dana ini menyarankan kepada Dewan Syuro untuk menjabarkan lebih dalam lagi tentang output kader alumni yang dilahirkan oleh PTH yang dirumuskan dalam format buku panduan/pegangan sehingga semuanya satu arah. Sebab dalam pandangan dosen yang biasa dipanggil ustadz Harja selama ini, masih terdapat perbedaan-perbedaan yang Nampak terlihat dari masing-masing Perguruan Tinggi yang dimiliki oleh Hidayatullah, terutama perbedaan bidang keilmuan dan style. Sementara tujuan utama berdirinya Perguruan Tinggi adalah mencetak kader. Beliau berharap presentasi terkait hal ini wajib disampaikan ke setiap PT yang dimiliki Hidayatullah, supaya ada kesamaan format standar tentang kader itu seperti yang telah dijelaskan.*/Ibnu Sahl/stishid.ac.id