Riset Ideologi Pendidikan Berbasis SNW Mengantarkan Abdurrohim Meraih Gelar Doktor

Stishid.ac.id- Sivitas Akademika STIS Hidayatullah berbangga. Sebab salah satu dosennya,, Abdurrohim (33 tahun) berhasil meraih gelar Doktor pada bidang Ilmu Agama Islam. Gelar yang diraih Bapak 1 anak ini berhasil diraih setelah pada hari Kamis, 25 September 2014 mampu mempertahan Disertasinya di hadapan tim penguji : ketua Sidang Penguji Prof. Dr. H. Musa Asy’arie (Rektor UIN Sunan Kalijaga) dan Sekretaris Sidang Dr. Sekar Ayu Aryani, MA. Serta tim yaitu Dr. H. Sumedi, M. Ag., Prof. Dr. H. Nizar Ali, M. Ag., Dr. Usman, SS., M. Ag., Inayah Rahmaniyah, S. Ag., MA., Ph.D., Prof. Dr. H. Hamruni, M. Si., (promotor merangkap penguji), M. Agus Muryatno, MA., Ph.D., (promotor merangkap penguji). Ujian promosi Doktor ini dilaksanakan bertempat di Convention Hall.

Ketika mempresentasikan hasil risetnya,  putra kelahiran Berau ini mengatakan bahwa pesantren di Balikpapan telah mengembangan formulasi pemikiran Islam yang menjadi platform ideologi sebagai bagian dari organisasi gerakan Islam di Indonesia. Hal ini diketahui dari riset yang dilakukan Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Hidayatullah Balikpapan ini terhadap Hidayatullah Boarding School of Balikpapan .

Lebih jauh Abdurrohim memaparkan, pihaknya melakukan riset kombinasi lapangan dan perpustakaan, dengan pendekatan sejarah. Data dikumpulkan melalui dokumentasi, wawancara dan observasi. Sehingga diperoleh temuan bahwa, konsepsi pemikiran Islam yang diterapkan di Boarding School of Balikpapan adalah pemikiran asli K.H. Abdullah Said. Pendiri sekolah dan pesantren tersebut, yang kemudian dipelihara dan dikembangkan oleh penerusnya sebagai gerakan organisasi. Dijelaskan, jika pesantren sudah menerapkan konsepsi ideologi pendidikan Islam, hasil pembelajarannya akan memunculkan nilai – nilai inti dalam pendidikan Islam, yaitu; kemerdekaan, kepemimpinan, kewirausahaan, pemenuhan tanggungjawab dan hasrat berjuang untuk memecahkan masalah kehidupan.

Upaya memberi pemahaman terhadap para santri dilakukan melalui proses internalisasi dalam dua aspek (melalui pembelajaran praktis dalam kelas dan kelompok terfokus/ halaqah). Optimalnya penerapan konsepsi ideologi pendidikan Islam dalam pesantren memerlukan kelengkapan fasilitas pendukung, seperti; masjid, pesantren rumah, gedung sekolah dan istrumen-instrumen lain yang mendukung ketiga fasilitas tadi.

Dari hasil risetnya, promovendus berharap, perlunya persepsi baru dalam penerapan konsepsi ideologi pendidikan Islam, yakni persepsi humanitarianisme (humanisme semesta) dalam praktek ideologisasi pembelajaran. Konteks humanitarianisme ini bukan dalam pengertian humanisme liberal atau humanisme ateistis, yang menjadi trend di dunia Barat. Hal ini penting bagi masa depan ideologi pendidikan Islam dalam kontinuitasnya. Karena dengan perspektif humanitarianisme ini, paradigma ideologi pendidikan Islam menjadi humanis-religius atau humanisme-teosentris. Sebagaimana yang digagas oleh Abdurrahman Mas’ud dan Achmadi. Dengan humanitarianisme pula, proses ideologisasi yang umumnya bersifat dogmatis, teologis dan subyektif bisa berubah menjadi proses conscientisasi (penyadaran), yang dalam arti teknis merupakan upaya memahami berbagai kontradiksi sosial, politik, ekonomi, budaya dan lainnya, serta mengambil tindakan untuk melawan unsur-unsur yang menindas dari realitas tersebut. Yang dalam arti teknis merupakan upaya memahami berbagai kontradiksi sosial, politik, ekonomi, budaya dan lainnya, serta mengambil tindakan untuk melawan unsur – unsur yang menindas dari realitas tersebut.

Maka dengan humanitarianisme, pendidikan Islam akan menghadirkan esensi dari wajah ajaran Islam yang sejatinya berbicara dengan manusia secara universal untuk membebaskannya dari segala bentuk penindasan, memperhatikan jasmanai dan rohani manusia, serta aturan-aturan fisiologis dan spiritual yang menggerakkannya. Dengan humanitarianisme akan ditemukan bahwa Islam sejatinya adalah faktor yang mendamaikan berbagai kontradiksi lahir-batin, duniawi-ukhrawi, material-spiritual, dan menisbikan segala bentuk kontradiksi dengan mengakomodasi segala hal di dalam dirinya secara humanis, Demikian papar Suami  Nur Muti’ah, SHI., M. Si. */Ibnu Sahl/stishid.ac.id

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp