Studium Generale 2025: STIS Hidayatullah Balikpapan Hadirkan Akademisi Malaysia

stishi.ac.id – Balikpapan, 22 September 2025, Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) Hidayatullah Balikpapan kembali menyelenggarakan agenda tahunan “Studium Generale”. Kali ini terasa istimewa karena menghadirkan pemateri dari Malaysia, yakni Prof. Madya Dr. Nisar Mohammad Ahmad, LL.M., M.Phil., Wakil Dekan Kemahasiswaan dan Alumni, Fakultas Syariah dan Undang-Undang, Universiti Sains Islam Malaysia (USIM).

::Penguatan Jejaring Akademik

InternasionalKegiatan ini menjadi bentuk nyata dari kesinambungan kerjasama antara STIS Hidayatullah Balikpapan dengan USIM. Sebelumnya, mahasiswi STIS telah melakukan Tur Kampus ke Malaysia, termasuk berkunjung langsung ke USIM. Kehadiran Prof. Nisar kali ini menegaskan pentingnya memperluas jejaring akademik internasional.

::Tema Studium Generale 2025

Tema Studium Generale tahun ini yakni “Human Rights in the Legal Systems of Indonesia and Malaysia: An Overview and Islamic Integration”. Tema ini dianggap sangat relevan dengan konteks global, sekaligus memberikan ruang refleksi bagaimana hak asasi manusia dipandang dalam kerangka hukum positif dan perspektif Islam.

::Sambutan Ketua Kampus

Ketua STIS Hidayatullah Balikpapan, Ust. Muh. Zaim Azhar, Lc., M.H., dalam sambutannya menyampaikan:

“Studium Generale ini bukan hanya ajang seremonial, tetapi momentum penting untuk memperluas wawasan mahasiswa. Kehadiran akademisi dari USIM semakin memperkaya khazanah keilmuan dan membuka cakrawala kita dalam memahami isu-isu hak asasi manusia secara lebih komprehensif,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan bahwa kegiatan ini akan menjadi pintu pembuka bagi program lanjutan, baik berupa pertukaran mahasiswa, riset kolaboratif, maupun seminar internasional bersama. “InsyaAllah ini bukan yang terakhir. Kita akan terus membangun jembatan ilmu dengan USIM dan kampus-kampus lain,” tuturnya.

::Paparan Akademisi Malaysia

Prof. Nisar menyampaikan materi dengan bahasa yang lugas dan sistematis. Ia menguraikan perbandingan sistem hukum Indonesia dan Malaysia dalam konteks hak asasi manusia. Sesekali beliau menyelipkan humor ringan yang membuat suasana aula menjadi cair tanpa kehilangan kedalaman substansi.

“Indonesia dan Malaysia memiliki sejarah hukum yang berbeda, namun keduanya menghadapi tantangan serupa dalam menerapkan hak asasi manusia secara konsisten. Di sinilah pentingnya perspektif Islam yang bisa memberi keseimbangan,” jelasnya.

Sesi tanya jawab kemudian menjadi momen paling hidup. Mahasiswi STIS terlihat antusias menyampaikan pertanyaan, mulai dari aspek filosofis HAM, penerapannya dalam sistem peradilan, hingga isu kontemporer yang sedang ramai dibicarakan.

::Integrasi Islam dan Hak Asasi Manusia

Dalam paparannya, beliau menegaskan bahwa Islam memiliki kerangka HAM yang holistik, jauh sebelum konsep modern diperkenalkan. Prinsip Maqashid Al-Syari’ah disebut sebagai fondasi utama yang seharusnya diintegrasikan dalam sistem hukum kontemporer, baik di Indonesia maupun Malaysia.

“HAM dalam Islam bukanlah konsep asing. Islam sejak awal menegakkan martabat manusia. Bedanya, HAM dalam Islam tidak dilepaskan dari syariah. Di sinilah letak harmoninya, antara hak manusia dan tanggung jawab kepada Allah,” ungkap Prof. Nisar.

Beliau juga menjelaskan bahwa di Malaysia dan Indonesia, hak asasi manusia sering dipandang sebagai produk Barat, bahkan kadang dianggap ancaman bagi Islam. Kesalahpahaman ini, menurutnya, perlu diluruskan.

“Ketika orang menganggap HAM bertentangan dengan Islam, itu karena kurang memahami. Justru Maqashid Syariah adalah kerangka HAM paling komprehensif, sebab ia melindungi agama, akal, harta, keturunan, dan jiwa manusia,” tambahnya menegaskan.

Dengan perspektif ini, beliau menekankan bahwa pemahamann yang jelas mengenai HAM—berakar pada konstitusi nasional dan prinsip keagamaan—akan menghilangkan kebingungan sekaligus mendorong kepatuhan masyarakat terhadap norma-norma HAM.

::Sesi Tanya-Jawab

Salah satu pertanyaan menyinggung kasus bullying sekaligus pembunuhan Zara Qairina di Malaysia yang sempat viral. Seorang mahasiswi bertanya:“Bagaimana kasus tragis seperti Zara Qairina dapat dikategorikan dalam konteks human rights, dan apa langkah hukum yang semestinya diambil untuk mencegah kasus serupa di masa depan?

”Pertanyaan ini disambut serius oleh Prof. Nisar. Beliau menjelaskan bahwa kasus tersebut adalah contoh nyata pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak hidup dan rasa aman, serta menegaskan perlunya reformasi sistem pendidikan dan hukum yang lebih tegas.

::Antusiasme Mahasiswi dan Harapan ke Depan

Para mahasiswi STIS tampak antusias mengikuti acara. Mereka menyimak dengan serius sekaligus aktif dalam diskusi. Banyak yang menilai kesempatan belajar langsung dari akademisi luar negeri adalah pengalaman berharga yang sulit ditemukan di ruang kelas biasa.Kegiatan ini juga menumbuhkan semangat baru untuk terus mengasah kemampuan berpikir kritis, berani berdiskusi, dan menanggapi isu-isu besar dengan perspektif akademis.

::Kesan dari Mahasiswi

Salah seorang mahasiswi, Nurul, mengungkapkan bahwa materi yang disampaikan membuka wawasannya tentang posisi Islam dalam isu HAM. “Selama ini saya pikir HAM itu produk Barat, tapi ternyata Islam sudah lebih dulu mengatur dengan maqashid syariah. Ini sangat membuka pikiran saya,” tuturnya.

Peserta lain, Aisyah, juga menambahkan bahwa acara ini memotivasi dirinya untuk lebih aktif belajar hukum. “Saya merasa ini kesempatan langka bisa bertanya langsung ke akademisi luar negeri. Beliau sangat lugas dalam menjelaskan materi tetapi juga tidak monoton” ujarnya dengan penuh semangat.

::Penutup

Menutup materinya, Prof. Nisar menegaskan bahwa Islam sejatinya memberikan payung perlindungan terhadap hak-hak manusia, namun implementasi di lapangan membutuhkan kesungguhan, konsistensi, dan keberanian moral.

Studium Generale kali ini menjadi bukti bahwa STIS Hidayatullah Balikpapan berkomitmen membuka diri terhadap kolaborasi global tanpa kehilangan identitas Islamnya. Kehadiran Prof. Nisar dari Malaysia menjadi tonggak penting bagi perjalanan akademik kampus, sekaligus inspirasi bagi para mahasiswi untuk terus berkontribusi dalam isu-isu besar umat dan dunia.

By: Qonita/MediaSTIS🍓