STISHID — Portal stishid.ac.id, sebagai website resmi Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Hidayatullah Balikpapan akhir-akhir ini tampak menarik dan tampil beda. Sebab ada dua pengumuman yang juga beda, satu tentang Penerimaan Mahasiswa Baru (Klik disini) untuk tahun pelajaran 2016-2017, yang lain tentang pendaftaran Pernikahan Mubarokah Nasional Hidayatullah (klik disini) yang diselenggarakan Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah Pusat Balikpapan.
Tampak ada paradoks tentang dua pilihan yang berbeda, menjadi mahasiswa dan menjadi pengantin. Menjadi mahasiswa adalah pilihan yang bersifat akademis, agar kelak bisa menjadi sarjana pada bidang ilmu tertentu. Suatu pilihan sadar tentang upaya mempersiapkan diri dalam menghadapi tantangan zaman dan investasi masa depan.
Adapun menjadi pengantin adalah pilihan yang bersifat kodrati sebagai seorang manusia, yang apabila telah tiba pada masanya, memiliki pasangan hidup menjadi syarat utama untuk menghasilkan keturunan, dan keberlangsungan sebuah peradaban.
Yang tak kalah menarik, menjadi mahasiswa pada zaman ini bukan perkara yang mudah, di saat terjadi komersialisasi dan industrialisasi pendidikan di mana-mana, membuat biaya perkuliahan menjadi sangat mahal dan tidak terjangkau bagi kalangan menengah ke bawah, atau masyarakat miskin.
Demikian pula menjadi pengantin pada situasi sekarang ini juga tidak mudah, karena ada sekian banyak biaya yang harus digelontorkan untuk memeriahkan sebuah acara pernikahan, sehingga tidak jarang sebuah pesta perkawinan bisa memakan biaya yang fantastis.
Namun demikian tidak sebagaimana pada umumnya, STIS sejak awal berdirinya telah menasbihkan diri menjadi Perguruan Tinggi yang mengakomodir warga masyarakat yang tidak mampu kuliah. Sehingga saat ini STIS telah memiliki ratusan alumni yang telah diberdayakan dan dikaryakan ke seluruh penjuru Nusantara, dan rata-rata berasal dari kalangan tidak mampu.
Demikian pula dengan pernikahan mubarakah yang digadang-gadang pada tanggal 07 Agustus tahun ini, juga telah menjadi contoh sukses pernikahan yang mudah, murah, dan memenuhi standart syariat.
Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa dengan segala kekurangan yang ada, STIS mencoba menjadi yang terdepan dalam upaya pengentasan kebodohan masyarakat Indonesia, dengan cara mengakomodir kalangan masyarakat yang sejatinya mampu dalam belajar, akan tetapi tidak memiliki biaya.
Mungkin saat ini pemerintah RI boleh bangga dengan derasnya arus investasi asing ke Negara ini, akan tetapi persoalan mendasar yang menghantui masa depan bangsa adalah fenomena kebodohan yang merajalela pada manusia Indonesia.
Keberadaan STIS juga menjadi oase di tengah bencana komersialisasi pendidikan tinggi di Indonesia, di mana jumlah PTN atau PTKIN yang ada tidak mampu mengakomodir keinginan anak-anak bangsa yang sangat banyak jumlahnya untuk melanjutkan kuliah. Akibatnya sebagian kecil dari mereka harus memilih kuliah di jalur swasta dengan biaya yang sangat tinggi. Sedangkan lulusan Sekolah Menengah Umum lainnya memilih untuk tidak kuliah, padahal kalangan terakhir inilah yang terbanyak.
Karenanya, dari tulisan ini kami mewakili STIS mengajak khalayak pembaca setia porta stishid untuk mendiseminasikan atau menyebarluaskan program kuliah gratis STIS Hidayatullah kepada yang lain, agar keinginan untuk melanjutkan ke kuliah ke perguruan tinggi bisa tercapai.
Demikian pula dengan rencana pelaksanaan nikah mubarakah, program ini juga menjadi solusi alternatif bagi problematika dekadensi moral di kalangan anak muda masa kini. Karena tidak punya biaya untuk menikah, sementara usia telah matang secara biologis dan psikis, lalu menimbulkan tekanan psikologis tersendiri karena hasrat biologisnya tidak tersalurkan.
Akibatnya banyak anak muda kita terjerumus ke dalam perbuatan amoral, pelanggaran norma-norma agama, sosial, dan budaya ketimuran yang semestinya harus di junjung tinggi.
Kita bisa melihat apa yang dilakukan oleh perguruan tinggi di negeri Barat, solusi yang mereka berikan kepada para mahasiswanya sangat menyedihkan, yakni dengan menyediakan ATM kondom secara gratis di sudut-sudut kampus, tujuannya bukan untuk mencegah perilaku amoral, akan tetapi agar para mahasiswa bisa melakukan seks bebas secara sehat ! Naudzubillahi Min Dzaalik.
Jadi, nikah Mubarak yang digagas oleh STIS Hidayatullah, memiliki tujuan yang mulia. Yakni agar para kader Hidayatullah yang sudah dididik dan digembleng di Perguruan Tinggi Hidayatullah (PTH) se-Indonesia, bisa menjaga kredibilitas moralnya dan sekaligus menyempurnakan agamanya melalui nikah Mubarak.
Sejalan dengan visi besar Ormas Hidayatullah, yaitu “Membangun Peradaban Islam.” maka tidak dapat ditawar-tawar lagi nikah Mubarak adalah salah satu upaya dalam mewujudkan visi besar tersebut.
Kita bisa melihat beberapa Negara maju seperti Jepang, Korea, dan negara-negara di Eropa saat ini sedang mengalami kekhawatiran yang luar biasa melihat keberlangsungan peradaban Bangsa mereka. Karena indeks kelahiran anak-anak bayi yang ada tidak mencukupi untuk menopang keberlangsungan peradaban mereka. Akibatnya peradaban megah dan mewah yang telah mereka bangun dengan susah payah, saat ini telah berada di ambang kehancuran.
Akhir kata, antara menjadi “mahasiswa baru” STIS dan menjadi “pengantin baru” menjadi kata dan istilah yang menyejukkan, tinggal bagaimana kesiapan mental, keberanian, dan ketulusan untuk menjalaninya.
Karenanya, menjadi mahasiswa baru dan menjadi pengantin baru tidak menjadi paradoks bagi kita, karena dua istilah itu adalah satu kesatuan proses dalam memeroses diri di Hidayatullah.
Belum sempurna jika menjadi mahasiswa dan sarjana STIS Hidayatullah, kalau tidak nikah mubarokah. Bagi yang telah cukup umur untuk kuliah, ayo mendaftar menjadi mahasiswa baru, dan bagi yang telah cukup umur menikah, silahkan mendaftar untuk menjadi pengantin baru. Wallahu A’lamu Bishawwab.*/Abdurrohim, Ketua STIS Hidayatullah Balikpapan