Foto kenang-kenangan tiga kader awal Hidayatullah dari kiri ke kanan: Ustadz Amin Mahmud, Almarhum Ustadz Abdul Madjid Aziz, dan Ustadz Lathif Utsman |
Stishid – Hidup berjamaah dan menjaga silaturahim adalah sesuatu yang mahal lagi langka didapati dalam kehidupan saat ini. Tak sedikit orang berdalih tidak sempat silaturahim karena kesibukan dan urusan yang tidak pernah habis.
Demikianlah benang merah yang juga lontaran keprihatinan meneropong masalah keummatan yang menguak dalam acara Silaturahim Murabbi di kampus Hidayatullah Gunung Tembak, Balikpapan, beberapa waktu lalu.
Diharapkan, dengan kegiatan Silaturahim Murabbi yang diikuti oleh para sesepuh Hidayatullah yang berdomisili di kampus Gunung Tembak bisa menjadi benteng yang menjaga dan mengawal perjalanan lembaga Hidayatullah.
Dalam kegiatan yang digelar rutin sekali dalam sebulan itu, Amin Mahmud, salah seorang santri awal Hidayatullah mengingatkan, tantangan terbesar umat Islam yang dalam hal ini lebih-lebih persyarikatan Hidayatulah saat ini adalah menjaga komitmen persaudaraan (ukhuwah) dan persatuan (ittihad).
Sebab diakui, dengan perkembangan zaman yang sangat pesat di Indonesia bahkan dunia, potensi keretakan ukhuwah Islamiyah itu bisa timbul nantinya.
“Meski demikian, Hidayatullah boleh dikata belum besar dan belum klimaks, jadi terlalu dini kalau ada istilah perpecahan di antara jamaah Hidayatullah,” ujar Amin selaku murabbi (pembina) salah satu Halaqah Tarbiyah di kampus Hidayatullah Gunung Tembak. “Tentu saja hal itu harus kita hindari sejauh mungkin,” imbuh Amin kembali.
Untuk diketahui, acara Silaturahim Murabbi menghadirkan 16 orang Murabbi Halaqah Tarbiyah yang ada di kampus Gunung Tembak. Setiap halaqah biasanya memiliki mutarabbi (binaan) sekitar 15-20 orang warga pesantren.
Adapun sejumlah murabbi tersebut tidak lain adalah para perintis Pesantren Hidayatullah yang sejak awal nyantri bersama Abdullah Said rahimahullah, pendiri Hidayatullah.
Bahkan, tak jarang Pimpinan Umum Hidayatullah, KH. Abdurrahman Muhammad juga turut urun rembuk dan bersilaturahim bersama para kader senior tersebut. Secara bergilir, acara silaturahim lalu berpindah dari satu rumah murabbi ke rumah yang lain.
Untuk bulan Desember ini, silaturahim diadakan di rumah Ahmad Fitri, selaku Murabbi Halaqah ke-12. Manandring Abdul Gani, salah seorang santri awal sejak tahun 1970-an lalu bercerita, jika dirinya sebagai keponakan pernah diputus hubungan keluarga oleh pamannya. Waktu itu paman Manandring tersebut murka karena ia lebih memilih ikut Abdullah Said daripada menjalankan usaha bisnis pamannya.
Uniknya, kisah Manandring, Abdullah Said tetap menyuruhnya untuk selalu menjaga silaturahim dan akhlak mulia dengan pamannya tersebut. Seolah Said tak peduli dengan paman Manandring yang lagi murka.
“Alhamdulillah, akhirnya Allah membukakan hidayah dan maaf sehingga hubungan kekerabatan itu tetap terjalin baik,” ujar Manandring mengenang.
Senada dengan itu, Syamsu Rijal Palu, Murabbi Halaqah 9 berharap, agar setiap warga Hidayatullah tetap menjaga kultur silaturahim tersebut. Sebab diyakini, tradisi yang dulu digencarkan di awal perintisan Hidayatullah itu tetap ampuh mengatasi berbagai persoalan sosial yang terjadi di kampus-kampus Hidayatullah. [Baca: Menjaga Tradisi Hidayatullah]
“Paling minimal saling menjenguk jika ada di antara anggota halaqah yang sakit atau sedang punya masalah,” terang Syamsu Rijal memberi contoh.
Berdiri sejak tahun 1973, boleh dikata Hidayatullah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Terbukti, dengan usia yang baru menanjak 42 tahun ini, Hidayatullah telah memiliki 36 Pengurus Wilayah (PW) di setiap wilayah Propinsi dan 130-an Pengurus Daerah (PD) yang menyebar rata di sejumlah Kota/ Kabupaten di seluruh pelosok nusantara.
Lebih jauh Abdul Qadir Jailani juga menambahkan, umat Islam tak boleh lupa dengan sejarah Indonesia. Dengan luas wilayah Indonesia yang begitu besar dan jumlah penduduk yang begitu banyak, namun semua itu seolah tak punya arti ketika rakyat Indonesia tidak mampu bersatu.
Akibatnya, selama 350 tahun lebih penjajah kafir yang notabene jumlahnya lebih sedikit mampu memporak-porandakan umat Islam ketika itu.
“Salah satu faktornya adalah lemahnya persaudaraan dan persatuan rakyat Indonesia sehingga mereka mudah diadu domba oleh penjajah,” ungkap Abdul Qadir, Murabbi Halaqah 4 ini.
Abdul Qadir berharap, komitmen merawat silaturahim dan ukhuwah ini benar-benar harus dijaga oleh setiap kader Hidayatullah. Sebab umat Islam kini ibarat buih di lautan, seolah tak punya kekuatan apa-apa lagi.
Abdul Qadir mengimbuhkan, apa yang dikhawatirkan oleh Nabi Muhammad kini benar-benar terjadi, bahwa masalah utama itu bukan pada persoalan kemiskinan umat Islam. Tapi justru ketika pintu-pintu rizki itu mulai dimudahkan. Karena akan timbul berbagai fitnah perebutan harta dan materi.
“Tak sedikit orang yang fasih bicara tentang persatuan tapi hati-hati mereka sendiri tak bisa bersatu. Mereka juga lantang berteriak akan persaudaraan tapi faktanya mereka sulit bersaudara,” papar Ustadz yang pernah tugas berdakwah di sejumlah wilayah di nusantara ini.
Dalam kesempatan terpisah, kegiatan Silaturahim Murabbi Halaqah ini diakui mampu memberi spirit penyemangat kepada kader-kader Hidayatullah. Menurut Abdul Ghofar, salah seorang warga kampus Gunung Tembak, hal tersebut patut mejadi syiar yang ditiru oleh setiap kader Hidayatullah.
“Dengan silaturahim, berbagai persoalan bisa diatasi atas izin Allah. Sebab di sana ada upaya saling menaut hati dan fikiran serta membersihkan hati dan sengketa batin,” ujar Abdul Ghofar.
“Ini adalah teladan yang sangat baik. Jika para sesepuh dan orang tua saja masih rajin ikut halaqah dan silaturahim, maka bagaimana dengan para pemuda generasi pelanjut. Harusnya jauh lebih intens,” ucap Abdul Ghofar memungkasi. */Masykur/STISHID