Pekan Motivasi Mahasiswi: Peraturan Kampus merupakan Aktualisasi dari Nilai Syari’at

Stishid.ac.id- Allah subhanahu wata’ala adalah Robb yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bukti kasih sayang-Nya tidak haSalallahu a’laihi wasallam. Apapun yang diperintahkanNya, pasti mendatangkan manfaat. Sebaliknya seluruh larangan-Nya pasti mendatangkan bahaya dan kemudhorotan jika dikerjakan oleh hamba-Nya.
nya diwujudkan dengan rezeki makanan dan minuman yang kita nikmati setiap hari. Tapi kasih sayang Allah juga terwujud dalam bentuk aturan agama yang diturunkan melalui lisan NabiNya, Muhammad

Perbuatan zina adalah satu diantara sekian larangan Allah SWT yang harus dijauhi. Sebab telah nyata dampak buruk yang ditimbulkan perbuatan terkutuk ini, salah satunya penyakit AIDS. Penyakit mematikan ini muncul lantaran seringnya seseorang bergonta-ganti partner dalam melakukan aktifitas seksual.

Ironisnya, Indonesia sebagai Negara muslim terbesar, justru grafik korban HIV/AIDS di negeri ini setiap tahunnya meningkat. Menurut Asisten Kesra Provinsi Jawa Barat, A Hadadi, saat membuka acara Lomba Rap 2014 Tingkat Provinsi Jawa Barat yang digelar BKKBN Perwakilan Provinsi Jawa Barat di MTC, Sabtu (1/10), dari data Kemenkes, jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS sejak 1987 hingga Juni 2014 di Indonesia sebanyak 198.584 orang, dimana kasus HIV sebanyak 142.961 orang dan AIDS 55.623 orang. (suara-islam.com)

Dalam syari’at  Islam, jika sebuah perbuatan dilarang lantaran mendatangkan kemudhorotan, maka segala sesuatu yang berpotensi mendekatkan kepada perbuatan terlarang itu pasti juga dihukumi haram. Maka wajar, manakala Islampun juga melarang pemeluknya melakukan khalwat (berdua-duaan dengan lawan jenis), atau yang biasa disebut dengan istilah pacaran. Sebab pacaran merupakan sarana yang berpotensi besar menjerumuskan seseorang kepada zina.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa dampak buruk dari berpacaran tidak hanya berujung pada perzinahan. Namun acapkali perbuatan terkutuk ini juga sering menelan korban jiwa, seperti kasus-kasus yang menimpa sebagian korban-korban praktik aborsi.

Salah satunya, kejadian mengerikan yang menimpa Dini Kurniati, 23. Gadis malang ini dijemput maut setelah menggugurkan janinnya di rumah perawat di Cipayung, Jaktim. Ia tewas di tangan Erna Rumondang  Manalu, 40, yang membuka praktek di Kampung Bojong RT 06/06 Pondok Kelapa, Jaktim. (detektifromantika.wordpress.com).

Belum lama, peristiwa serupa terjadi di kota pelajar, Yogyakarta. Rini, seorang mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, hidupnya harus berakhir secara mengenaskan. Gadis berusia 22 tahun itu, terpaksa kehilangan nyawa di tangan seorang dukun beranak, karena nekad melakukan aborsi. Aborsi yang berbuntut maut itu, dilakukan setelah Rini hamil. Akibat hubungan seksual yang dilakukan dengan kekasihnya EHS, yang juga merupakan mahasiswa sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. (http://m.indosiar.com)

Kasus-kasus wanita tewas karena aborsi tidak hanya satu dua kali terjadi. Tidak terhitung kasus wanita meninggal karena aborsi, dimuat di media-media informasi, dalam dan luar negeri. Dan sesungguhnya, masalah ini ibarat fenomena gunung es. Kasus-kasus yang belum terungkap masih banyak lagi. Dan rata-rata pelaku maupun korbannya justru dari kalangan pelajar dan mahasiswa.
Petaka tewas karena aborsi umumnya berawal dari pacaran, lalu zina, dan akhirnya harus kehilangan nyawa. Kedzoliman atas diri sendiri ini sangat bertentangan dengan ruh kasih sayang yang merupakan esensi ajaran Islam.

Sistem dan aturan yang kita bangun di STIS Hidayatullah, tidak lain hanya ingin mengaktualisasikan spirit kasih sayang Allah SWT dalam syari’at-Nya yang agung ini. Kita diwajibkan oleh Allah untuk mengimplementasikan nilai-nilai “rahmatan lil alamin” itu tidak hanya dalam perilaku individu, tapi lebih penting  dari itu, harus kita wujudkan dalam ranah kultur dan budaya. Sehingga tidak cukup dengan mengandalkan kesadaran semata. Tapi diperlukan adanya kekuatan sistem dan peraturan-peraturan yang mengawal dan mengatur seluruh aktifitas kita di tempat ini.

STIS Hidayatullah tidak hanya mendidik intelektual, tapi moral dan spiritual. Sehingga keseriusan dalam mengawal moral dan spiritual sama persis dalam mendidik intelektual. Sebab intelektual yang tidak didukung moral dan spiritual yang baik akan menjadi fitnah.

Sebagaimana STIS juga bukan hanya mengantar mahasiswa bisa sukses duniawi. Tapi yang lebih penting selamat dunia akhirat. Salah satunya dengan memperkuat aturan syari’at dengan menutup pintu-pintu pelanggaran syari’at seperti pacaran, dll. Maka semua harus berperan aktif di dalam menjaga, memuliakan sistem Islami yang Insya Allah dengannya kita meraih lebih banyak lagi karunia keberkahan dari Allah SWT di dunia dan akhirat.*/Lukman Hakim, Lc – PK IV STIS Hidayatullah

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp