Uji Kesabaran di Traffict Light

*Abdul Ghofar Hadi, S.Sos.I, M.S.I, penulis adalah dosen STIS Hidayatullah Balikpapan


SALAH satu hal yang menjadi prioritas pembangunan adalah fasilitas transportasi yaitu jalan raya. Keberadaan jalan raya sangat urgen untuk komunikasi dan mobilisasi dari tempat satu ke tempat yang lain. Dari daerah satu ke daerah lain melalui jalan darat tentunya.

Kegiatan di jalan raya di sebut kegiatan berlalulintas dengan berbagai aturan yang harus ditaati. Pergi dari satu tempat ke tempat lain adalah kegiatan dan kebutuhan manusia normal dalam keseharian berkehidupan. Pergi berangkat dari rumah pada pagi hari untuk bekerja atau sekolah kemudian pulang pada sore hari merupakan hakekat dari transportasi dalam kehidupan nyata.

Transportasi yang paling banyak adalah dengan menggunakan jalan raya sebagai prasarananya. Dibandingkan dengan transfortasi air dan udara, perjalanan darat relatif masih mendominasi dan menjadi pilihan bagi sebagian besar masyarakat.

Di jalan raya seluruh kendaraan transportasi darat bercampur aduk, dari mulai mobil pribadi, sepeda motor, bus, truk, sepeda hingga becak, gerobak, delman dan pejalan kaki. Percampuran berbagai media transportasi tersebut dengan berbagai karakteristik yang berbeda inilah yang menyebabkan adanya aturan lalulintas, seperti aturan arah arus lalulintas, rambu, marka, hingga parkir. Aturan menjadi agak lebih rumit ketika satu ruas jalan bertemu dengan ruas jalan lain, yang disebut persimpangan.

Persimpangan jalan adalah tempat konsentrasi permasalahan lalu lintas yang merupakan penyebab utama kemacetan lalu lintas secara keseluruhan. Persimpangan jalan juga merupakan tempat berpindahnya kendaraan dari satu ruas jalan ke ruas jalan yang lain. Oleh karena itu, di persimpangan jalan sering terjadi antrian kendaraan yang panjang.

Salah satu penyebab antrian tersebut adalah tidak optimalnya pengaturan waktu nyala lampu lalu lintas (traffic lights) di persimpangan jalan. Lama waktu nyala lampu lalu lintas dipengaruhi oleh banyaknya kendaraan yang datang pada saat lampu merah menyala dan banyaknya kendaraan yang keluar pada saat lampu hijau menyala. Jika kendaraan yang datang pada suatu ruas jalan lebih banyak daripada yang meninggalkan ruas jalan tersebut, maka dipastikan terjadi antrian yang panjang di ruas jalan tersebut.

Inilah yang menarik untuk dicermati yaitu keberadaan lampu merah (selanjutnya disebut lampu lalulintas) di persimpangan yang telah menjadi bagian hidup kita sehari-hari, meskipun sering tidak menyadari. Pernahkah kita menghitung seberapa banyak kita melintas di simpang dengan lampu lalulintas dalam sehari? Atau, berapa detik nyala waktu hijau, waktu merah, waktu kuning pada suatu simpang? Yang sering terdengar adalah kejengkelan apabila nyala merah terlalu lama, atau nyala hijau yang terlalu singkat.

Di situ terkandung prinsip pemerataan keadilan bagi setiap pengemudi. Bahwa setiap orang bebas menggunakan jalan raya, tetapi kebebasan seseorang mesti dibatasi oleh kebebasan orang lain. Setiap orang menuntut hak, yaitu jalan yang bebas hambatan, dan ketika tuntutan itu muncul bareng, sementara fasilitas yang dituntut terbatas, masing-masing mesti menghargai hak orang lain terutama di jalan raya.

Kemudian perkembangan lampu lalu lintas di persimpangan jalan kota-kota besar dilengkapi dengan pengatur waktu dengan hitungan waktu mundur perdetik. Ini adalah alat bantu untuk memastikan para pengendara dalam menunggu lampu merah maupun lampu hijau.

Waktu menunggu atau saat lampu merah adalah 60-70 detik artinya kurang dari dua menit. Tapi hitungan detik per detik, terasa sangat lambat jika kita dalam posisi tergesa-gesa dan masuk dalam antrean lampu merah. Ada rasa jengkel dan waktu terbuang sia-sia di persimpangan jalan, mau marah dengan traffic light atau polisi tentu tidak mungkin.

Kemudian di sana juga baru terasa mahalnya waktu, padahal di waktu lain dan tempat selain persimpangan jalan, kita sering mensia-siakan waktu bukan hanya beberapa detik atau menit tapi berjam-jam hanya untuk mengobrol, menonton, menggibah, tidur berlebihan, melamun dan lain sebagainya.

Di sinilah diuji manusia dalam kesabaran dan betapa selama ini telah mensia-siakan waktu. Kesabaran untuk menunggu giliran dan memberikan kesempatan orang lain mengambil haknya dengan berjalan sesuai dengan aturan.

Kecelakaan dan kemacetan bisa terjadi karena orang berebut, masing-masing ingin cepat yang ujungnya justru ramai-ramai membuat kemacetan dan kekesalan. Lebih parah lagi kalau traffic light mati, hujan turun lebat, polisi yang bertugas mengatur tidak ada. Terbayang, yang terjadi justru saling mengunci. Saling kesal, energi, waktu, tenaga, dan bahan bakar terbuang.

Hidup di dunia ini lebih sekedar di persimpangan jalan. Semua sisi kehidupan manusia di rumah, di kantor, di pasar dan semua tempat adalah persimpangan jalan yang ada rambu-rambu, hak dan peraturan untuk saling menghargai dan sabar atas giliran atau kesempatan kita. Wallahu a’lam bishawwab.*/Abu Yasin/ Dosen STIS Hidayatullah

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp