Tunjukkan Kelas dan Identitasmu

STISHID – Ahad, 13 januari 2013 menyimpan kisah tersendiri bagi penikmat barclays premier league (bpl) Inggris. Masih di awal tahun, ketika penikmat bola disuguhi tontonan menarik sebuah duel seru nan klasik antara klub Manchester United yang bentrok dengan sang tamu, Liverpool.

Uniknya, di tengah rivalitas abadi kedua klub tersebut, ternyata ada fakta menarik bahwa meski sama-sama berkaos merah menyala sebagai identitas kebanggaan klub, rupanya nasib dan takdir tak segan memisahkan keduanya. The Red Devils sedang memuncaki klasemen, sedang the Reds justru sedang merangkak di papan tengah liga.

Sampai di sini, sebenarnya ada sepotong kelakar yang tak lucu. Jika demikian positioning kedua kesebelasan saat itu, lalu mengapa ia pantas menyandang tajuk “the big match in the week” ? Ah, namanya juga kelakar, meski menyinggung tetap saja asalnya tak (benar-benar) serius.

Dalam sebuah ungkapan, ada kalimat begini, “the form is temporary, the class is permanent.” Sepotong bentuk itu adalah sementara waktu. Sedang sebuah kelas itu adalah sepanjang waktu. Bahwa sekali waktu, bentuk itu boleh berubah. Penampilan itu mungkin terkadang melonjak naik atau meluncur turun, tapi kelas itu adalah abadi. Setidaknya itu anggapan yang disepakati umum hingga kini.

Sekali lagi, penulis mohon maaf, jika masih berkutat di lingkaran si kulit bundar. Ya, hitung-hitung anggap saja jogging ringan alias pemanasan di pinggir lapangan sebelum nantinya kita masuk ke materi dan seterusnya berlari kencang di tengah lapangan dakwah. Sebab pembahasan kita sebenarnya tetaplah sama dengan yang dahulu.

Ia tentang sebuah hunian asri bersama yang bernama STIS Hidayatullah. Ia tentang sehimpun penghuni rumah yang membanggakan. Ia tentang sekumpulan para kader dakwah alumni STIS.

Ok, baiklah mari lupakan pertandingan yang berjuluk the big match itu. Duel klasik yang mempertemukan antara Manchester United, sang jawara liga Inggris sebanyak 20 kali dengan Liverpool, yang berhasil 18 kali menyabet gelar bergengsi tersebut.

Di antara tantangan terbesar para kader alumni STIS adalah “kuatnya lawan” yang dihadapi di medan dakwah. Sedang di keping yang sama, di sisi yang berbeda, juga muncul perasaan “lemahnya diri” untuk menghadapi pertarungan dakwah tersebut.

Sebenarnya, sampai kalimat ini, penulis ingin mengajak berhenti sejenak. Pastikan semuanya mengatur nafas terlebih dahulu, lalu di sesedikit waktu ini, mari kita tengok sejarah silam, sejenak saja.

Dengan status yang sama sebagai kader dakwah, lalu apa yang membedakan kader dakwah jebolan STIS sekarang dengan para kader dakwah di era Abdullah Said rahimahullahu ?

Jika jujur (dan sedikit pede) menjawab, maka jawabannya adalah sama dan tidak ada perbedaan. Bahwa misi dakwah itu tidak berubah sejak dulu. Berkarya semaksimal mungkin sebagai kontribusi riil dalam membangun peradaban di tengah umat. Bahwa misi dakwah itu tidak berubah sejak dahulu,
bertugas di medan dakwah dan berstatus sebagai kader dakwah adalah episode terindah selanjutnya bagi segenap para alumni yang telah dibekali ilmu dan keyakinan di STIS

The Class is Permanent

Merujuk kembali kepada ungkapan di atas, maka sejatinya kelas itu bersifat permanen

The Class is Permanent

Bahwa mereka yang telah diinjeksi dan ber-DNA kader dakwah, maka apapun itu, mereka seharusnya tetap berani lantang menantang. Para alumni STIS adalah kader dakwah dan selamanya menjadi sosok petarung dakwah.

The Class is Permanent

Bahwa spirit yang menjadi ruh para kader dakwah alumni STIS tersebut adalah sama persis dengan apa yang dipunyai oleh kader dakwah senior lembaga terdahulu

The Class is Permanent

Bahwa jika para kader dakwah pendahulu pernah jaya membumikan ilmu dan amal mereka di setiap pijak nusantara, maka hari ini para alumni STIS juga siap memasang janji. Setidaknya untuk segala potensi dan amanah yang belum tertunai sempurna kini.

The Class is Permanent

Bahwa cita-cita kader dakwah pendahulu adalah mengkader atau mati. Maka semoga api itu bisa tetap berkobar di dada-dada kader dakwah alumni STIS adalah mengkader atau mati.

The Form is Temporary

Jika hari ini kualitas kader dakwah alumni STIS masih menjadi ratapan orangtua dan segenap umat.

Tak usahlah berkecil hati, sebab performa itu niscaya bisa diperbaiki

Tak usahlah minder diri, sebab bentuk itu niscaya bisa dipolesi

Tak usahlah rendah diri, sebab permainan itu niscaya meningkat seiring intensnya diri terjuni urusan dakwah.

The Form is Temporary

Jika hari ini kekurangan itu masih mendominasi kader dakwah alumni STIS,

Justru itulah awal kemenangan, sebab ia bisa memacu kian giat berlatih.

Justru itulah awal keberuntungan, sebab ia bisa memicu adrenalin sense of dakwah kian cepat berdetak

Justru itulah awal kemuliaan, sebab ia bisa mengajarkan arti kehinaan di hadapan Tuhan

Menakar sejarah sebagai sebuah hitungan statistik semata. Apalagi untuk berbangga diri lalu berapologi atas sebuah kekalahan adalah perbuatan yang membosankan bahkan mungkin memuakkan sebagian orang.

Tapi sesungguhnya adanya kelas dan identitas itu tercipta juga karena faktor sejarah. Meski ada jurang klasemen yang memisahkan antara dua klub “merah” itu, tetap saja para pengamat bola akan menyatakan, ini bukan pertandingan yang biasa saja, kala klub Manchester United bertarung melawan klub Liverpool.

Yup, faktor sejarahlah yang berperan mencipta adanya kelas dan identitas itu. Selanjutnya kelas dan identitas itu teruji dengan lintasan waktu yang panjang. Hingga saatnya kelas itu mewujud nyata sebagai the class is permanent

Ia bermetamorfosis untuk sekian waktu lamanya, hingga semua orang menyepakati bahwa kupu-kupu itu indah, bahwa kelas itu adalah permanen adanya.

So, mengapa duel tim Manchester United vs Liverpool adalah laga yang tak biasa ? Maka jawabannya adalah sejarah itu mengantar kepada sebuah identitas dan kelas tersendiri. Bahwa kedua klub itu adalah pendulang terbanyak juara liga di negeri Britania Raya.

Sampai di sini, ingin rasanya penulis juga membisikkan sesuatu kepada para kader dakwah alumni STIS.

Bahwa kelas kalian adalah kader dakwah, sebuah identitas yang diperjuangkan sejak awal berdirinya lembaga Hidayatullah.

Bahwa kelas kalian adalah kader dakwah, sebuah identitas yang diraih dengan cucuran darah serta keringat para pendahulu kalian.

Bahwa kelas kalian adalah kader dakwah, sebuah identitas yang menunjukkan sosok jiwa petarung dan pemberani

Bahwa kelas kalian adalah kader dakwah, sebuah identitas yang menegasikan kemalasan apalagi kepongahan diri.

Bahwa kelas kalian adalah kader dakwah, sebuah identitas yang kepadanya berlabuh sebuah harapan besar dari umat.

Bahwa kelas kalian adalah kader dakwah, sebuah identitas yang berporos sumbu kekuatan seorang pemuda gagah lagi shalih (pemudi rupawan lagi shalihah).

Bahwa kelas kalian adalah kader dakwah, sebuah identitas yang di sana keyakinan itu berpusar, kemenangan dan masa depan milik Islam semata.

Sampai di sini, ingin rasanya penulis juga membisikkan sesuatu kepada para kader dakwah alumni STIS,

Bahwa meski form kalian belum juga beranjak naik menanjak

Bahwa meski bentuk kalian juga masih jauh dari impian yang ideal

Bahwa meski pertarungan kalian sekarang hanya menyisakan “kekalahan”

Tapi semua itu bukan alasan buat kami untuk tidak lagi berbangga kepada kader dakwah alumni STIS Hidayatullah.

Sebab keyakinan itu masih terpatri merupa dalam hati. Bahwa ia hanya menunggu masa. Bahwa ia hanya menuntut sikit sabar lagi. sebab kelas itu adalah permanen.
*****
Special thanks to:

# Stis Hidayatullah

# Segenap sekawan alumni Stis yang selalu menaruh bangga mengenangnya

***Ulil Albab Corner***
05.02.2015 pukul 00.01
—Masykur*Abu*Jaulah—

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp