Agama, Politik, dan Kehidupan Umat Islam

 
Oleh: Nur Bayyinah, Mahasiswi Jurusan Syariah LIPIA Jakarta
 
“Jangan bawa-bawa agama”
“Jangan bawa-bawa al-Quran” 
“Jangan bawa-bawa SARA” 
Stishid.ac.id – Belakangan pernyataan di atas sering hinggap di telinga. Pengucapnya juga beragam, dari non Muslim hingga Muslim itu sendiri. Seolah urusan agama dan kepentingan publik lainnyatak bisa berjalan beriring.
Entah darimana, saat ini ada asumsi yang menganggap implementasi ajaran agama punya porsi dan tempat khusus, tak bisa memasuki dan bercampur dengan urusan-urusan muamalah dunia.
Jika ditelisik, hal ini bisa jadi isyarat bahwa tak sedikit kaum Muslimin yang belum siap menjalankan syariat agamanya. Entah karena kejahilan ilmunya atau sebab yang lain. Jelasnya, ucapan-ucapan itu marak bahkan lantang disuarakan oleh sebagian umat Islam.
Adalah hal mustahil memisahkan (apalagi menihilkan) urusan agama dariurusan dunia. Mengapa? Islam merupakan agama yang universal dan sempurna. Ia mengatur kehidupan penganutnya secara detail dan menyeluruh. Sehingga dengan orientasi yang benar, menjadikan seorang Muslim sanggup mendulang pahala dan kebaikan dari setiap aktivitasnya.
Secara detail dan proporsional, Islam mengatur kehidupan pemeluknya dari urusan pribadi hingga kehidupan sosial masyarakat, bahkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mulai dari tata cara ibadah kepada Allah, muamalah sesama manusia, dan lingkungan sekitar serta makhluk hidup lainnya.
Untuk itu, terasa menggelikan ketika muncul segelintir manusia yang berusaha memaksakan pola pikir mereka yang salah kaprah. Inilah alasan mengapa diperlukan pemahaman Islam yang benar (Islamic worldview) secara kaffah, bukan hanya latah atau ikut-ikutan semata. Inilah alasan mengapa orang itu perlu menimba ilmu dari ulama-ulama berkompeten. Bukan cuma otodidak apalagi sekadar berguru dari dunia maya atau media sosial.
“Jangan bawa-bawa agama”. 
Lantas saat itu, kemana kalian bawa agamamu?Agama adalah wasilah menuju keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat. Jika  agama ditanggalkan dari kehidupan, tentu saja wasilah itu jadi hilang.
  
“Agama dan politik berbeda”. 
Tunggu dulu. Itu dalam kacamata siapa atau agama apa yang menyatakan demikian? Sungguh-sungguh Islam telah mengatur pula tentang semua urusan berkenaan dengan politik. Sehingga rujukan umat Islam dalam berpolitik atau memilih pemimpin tetap kembali kepada nasihat para ulama.
Jika diserukan larangan memilih pemimpin non Muslim, maka niscaya imbauan itu adalah seruan kebenaran. Sebab seruan itu sedang mengamalkan ajaran Islam dan perintah dari Allah Ta’ala.
Lebih jauh, menjadi sebuah kesalahan jika seruan itu disampaikan kepada selain umat Islam. Sebagaimana jadi kesalahan fatal andai seorang non Muslim berani berbicara bahkan menggugat hal-hal prinsip dalam ajaran Islam.
Inilah alasan mendasar reaksi umat Islam saat ini, dalam kasus penistaan al-Qur’an oleh seorang Basuki Tjahaja Purnama. Ia dengan sembrono mengucapkan kata-kata yang sudah menusuk jantung umat Islam. Sebab ia menghina al-Qur’an dengan ucapannya yang disengaja tersebut.*/ Admin STISHID

 

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp