35 Pasang Santri Hidayatullah Menikah Tanpa Pacaran

STISHID — Sebanyak 35 santri Hidayatullah mengikuti prosesi acara Pernikahan Mubarak Nasional Hidayatullah (PMNH) yang diselenggarakan Masjid Ar-Riyadh, Pondok Pesantren Hidayatullah, Gunung Tembak, Balikpapan, Kaltim. Acara itu digelar Minggu (29/3) kemarin.

Dalam siaran pers yang diterima setelah prosesi berlangsung, ketua panitia pelaksana acara, Hidayat Jaya Miharja, mengatakan seluruh peserta merupakan kader (santri) terbaik Hidayatullah yang berasal dari penjuru Nusantara. Ada yang berasal dari dari Kabupaten Nabire (Papua), Palembang (Sumatera Selatan), Nusa Tenggara, Sulawesi, Kupang, Jawa Timur, Manado, Jawa Barat, dan lainnya. Ujarnya

Hidayat menjelaskan, jika umumnya menikah harus mengeluarkan biaya mahal untuk mahar, resepsi acara, dan sejumlah pernak-pernik lainnya yang tak jarang sangat memberatkan mempelai, pernikahan mubarak Hidayatullah justru semaksimal mungkin meringankan peserta.

“Peserta menyerahkan dua juta lima ratus rupiah. Jumlah itu sudah termasuk mahar, pakaian masing-masing kedua mempelai, pengurusan surat-surat administrasi ke KUA, dan konsumsi pembinaan pra nikah peserta selama 15 hari,” jelas Hidayat.

“Hidayatullah yang berdiri 3 Maret 1976 ini memang tak bisa dilepaskan dari tradisi pernikahan massal. Bahkan, budaya pernikahan massal Islami tanpa pacaran di Indonesia sejatinya dipopulerkan pertama kali oleh Hidayatullah. Mereka ini (peserta) tidak saling mengenal satu sama lain, apalagi pacaran”, lanjutnya.

Sebagaimana dikutip dari Hidayatullah.com, Pada kesempatan itu hadir tamu undangan dari berbagai kalangan. Tak hanya mempelai pria dan keluarga, para santri juga ikut berbaur menyaksikan prosesi ijab kabul. Pejabat tak ketinggalan jadi undangan. Di antaranya, Ketua Kementerian Agama Balikpapan, staf ahli Pemerintah Kota Balikpapan, Istri Walikota Balikpapan Arita Rizal Effendi, serta ribuan hadirin. Hadir pula KH Muhammad Arif Sulla, dai Indonesia yang kini bermukim di Arab Saudi.

Walikota Balikpapan Rizal Effendi mengatakan pada gelaran Pernikahan Mubarokah Tahun 2013 silam, kegiatan tersebut layak menjadi kritik bagi masyarakat modern yang justru kerap mengalami masalah krusial kerumahtanggaan.

“Hidayatullah membangun satu peradaban dengan pernikahan massal. Ini adalah pilihan baik menghadapi perkembangan zaman yang semakin modern. Kita perlu ada peradaban baru untuk pilihan bangsa ini agar tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif,” kata Rizal Effendi

Rizal memandang tradisi Pernikahan Mubarak sebagai sesuatu yang sangat luar biasa dan menjadi teladan bagi kita semua. “Ini sesuatu yang sakral, dan mulia,” ungkapnya

Menurut catatan resmi, awal kali pernikahan massal mubarak Hidayatullah digelar pada 6 Maret 1977 yang diikuti oleh 2 pasang santri yaitu Abdul Qadir Jailani dengan Nurhayati dan Sarbini Nasir dengan Salmiyah. Kala itu, karena keterbatasan biaya, jamuan resepsi yang dihidangkan sangat sederhana berupa nasi dan sayur gambas.

Setelah yang pertama, tradisi itu terus berlanjut mulai dari 4 hingga puluhan pasang. Puncaknya adalah saat Hidayatullah menggelar pernikahan serupa sebanyak 100 pasang santri tahun 1997 yang dihadiri oleh BJ Habibie dan sejumlah tokoh nasional lainnya masa itu.

Terakhir, Pada 16 Juni 2013 lalu, Pesantren Hidayatullah menggelar Pernikahan Mubarak Nasional Hidayatullah yang diikuti 49 pasang */Ibnu Sahil/Stishid

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp