Darto Sayogyo : Dua Point Dasar dalam Manajemen Kepemimpinan

Stishid– Darto Sayogyo, trainer partner Syabab Hidayatullah Pusat memanfaatkan kedatangannya ke Gunung Tembak (kampus Hidayatullah Balikpapan) untuk bernostalgia dengan masa lalunya.
Tujuan kedatangannya ke pondok sebenarnya sebagai pemateri training leadership yang digelar Departemen Pendidikan Pesantren. Namun setelah memenuhi kewajibannya, bapak dari dua orang anak ini memanfaatkan kehadirannya untuk bersilaturrahmi dengan warga Hidayatullah. [Baca : Training Leadership Untuk Melahirkan Pengasuh Berjiwa Pemimpin]

Silaturrahmi yang dipandu oleh ustadz Zainuddin, selaku ketua Yayasan Pondok Pesantren Hidayatullah berlangsung ba’da (setelah) sholat Dzuhur berjama’ah di masjid ar-Riyadh. Dihadapan jama’ah masjid, ustadz Zein, sapaan akrabnya mempersilahkan bapak Darto naik ke podium untuk bersilaturrahmi dan memberikan taushiyah singkatnya kepada jama’ah yang merupakan warga pondok.

Sesaat setelah salam, suami dari Dhina Sayogyo, seorang trainer psikolog ini nampak tersenyum memandang ratusan jama’ah yang sedang memperhatikannya. Di awal pembicaraan, pensiunan salah satu perusahaan minyak dunia asal Prancis ini lebih banyak mengungkapkan kisah-kisah nostalgianya dengan Hidayatullah ketika dulu masih bekerja di Balikpapan. Hidayatullah sudah seperti rumah sendiri baginya. Sebab, beliau sudah mengenal Hidayatullah sejak tahun 1986, ketika pesantren Hidayatullah pada saat itu masih berada di Karang Bugis.

Berbagi Pengalaman Manajemen Kepemimpinan

“Saya berani berbicara di sini bukan karena saya ahli. Tapi kebetulan, Allah menakdirkan saya lahir lebih dahulu dan mempunyai pengalaman hidup yang lebih banyak dari kalian,” ujar bapak yang usianya telah menginjak berkepala enam ini.

“Apalagi saya memiliki pengalaman menjadi kepala staff manajemen perusahan minyak raksasa di Prancis. Anak buah saya sebanyak  4000 orang yang berasal dari seluruh dunia,” tuturnya.

Menurutnya, ada dua hal mendasar yang harus diperhatikan dalam menejemen kepemimpinan. Pertama, selalu menghormati mereka semuanya, baik atasan maupun bawahan. Bersikap tegas boleh, tapi tetap harus santun. Kita harus memanusiakan mereka, dan rangkul hati nuraninya. Sebab sekeras-kerasnya hati seseorang, jika disentuh dengan kelembutan insya Allah mereka akan luluh.

Kedua, menjaga posisi kita (dalam konteks tempat). Jika di kantor, bersikaplah sebagai pemimpin. Namun selepas jam kerja, kita tanggalkan itu, posisikan diri anda sederajat dengan bawahan layaknya seperti masyarakat biasa. Tentu dengan batasan tertentu yang diperbolehkan. Jangan di bawah kebiasaan di kantor ke kehidupan kita selepas jam kantor. Pungkasnya */Rahmatullah Rahman/Tim Jurnalis BEM STIS Hidayatullah

Share

Share on facebook
Share on twitter
Share on whatsapp